Rabu, 14 September 2011

AFTER 30 YEARS ...

"Really?" Kudengar percakapan itu dari meja sebelah. Percakapan antara temanku dan seorang staf dari departmen lain. Percakapan yang nampaknya semakin intens. 
"She asked me to divorce her after 30 years," jawab si staf.
Temanku melanjutkan pertanyaan, "But how? Is there something happen?"
Jawab si staf "No ... There is nothing. Everything is just fine ..." 
Percakapan terhenti sebentar. Lalu si staf mengatakan, "It just happened on that day. She suddenly asked for a divorce. And then I say, if that is what you want, that's fine ..."

Ya ... Setelah 30 tahun menikah, pada suatu pagi, si staf tiba-tiba mendengar permintaan cerai dari istrinya. Kata si staf, gak ada hal yang mengganggu dalam perjalanan pernikahan keduanya. Staf ini mengatakan, mereka memiliki sepasang buah hati dan kehidupan pernikahan mereka berjalan normal. Tidak ada sesuatu yang terlalu mengganggu.

Dalam percakapan berikutnya, aku menangkap nada getir dalam kata-katanya. Dia sebenarnya tidak menginginkan hal itu terjadi. Baginya, 30 tahun bukan waktu yang pendek untuk mengenal satu sama lain. Tetapi, saat istrinya mengajukan permintaan itu, dia tidak sanggup menolaknya. Dia teringat, saat mereka memutuskan menikah, mereka memutuskan itu secara bersama-sama. Kini, saat sang istri tidak lagi menginginkan kebersamaan itu, dia hanya bisa mengabulkan permintaan istrinya. Dia tidak mau memaksa istrinya untuk bersamanya. Dia tidak mau istrinya tidak merasa berbahagia apabila mereka memaksakan untuk terus bersama.

Saat dia mengatakan "I feel empty. But this is it," aku tahu ... dia masih berusaha menata hatinya sampai hari ini ....