Rabu, 20 Juli 2011

A GUEST FROM MUNCIE

"I have to transfer here" begitu katanya ... Lalu dia melanjutkan "I don't want to but I have to". Kenapa? "Because my father has a brain cancer." Aku memandangnya dengan penuh simpati. Usianya kurang lebih 20-an tahun. Dia baru kuliah 2 tahun di kampus lamanya dan berencana pindah ke kampus baru di kota ini. Dia melanjutkan "I have to help my mom to set everything up since my dad's sick. But I have to finish my college". Lagi-lagi aku memandangnya dengan penuh simpati. Saat kami kemudian berbicara mengenai kondisi ayahnya, aku tahu betapa dia sangat prihatin dengan apa yang dialami ayahnya. Tadinya dia berencana untuk tetap kuliah di Muncie, tetapi hal itu sangat tidak memungkinkan baginya. Akhirnya, setelah berunding dengan ibunya, mereka memutuskan agar anak ini transfer kuliah di kota ini. Kenapa begitu? Agar anak ini mau meneruskan sekolahnya tetapi tetap bisa merawat ayahnya yang sedang sakit.

Pembicaraan yang memunculkan simpati itu terhenti saat temanku menanyakan pendapatnya mengenai kota Muncie. Dia bercerita betapa kota ini mengalami banyak perubahan. Dia mengatakan dulunya kota itu menyenangkan. Kampus tempatnya kuliah terpisah dengan kota itu sendiri. Kampus dan kota seperti saling melengkapi. Lama-kelamaan kota seperti tumbuh sendiri dan meninggalkan kampus. Kota tersebut dipenuhi banyak pabrik dan bangunan yang mencirikan kota industri. Akibatnya tingkat polusi pun lumayan tinggi. Kota menjadi sibuk dan padat dan kurang nyaman ditinggali.

Percakapan ini harus terhenti karena anak ini harus segera mengurus sesuatu. Niatnya datang ke kantor siang ini adalah untuk melihat salah satu sample apartemen.

Saat dia keluar ruangan, aku tahu bahwa kasihnya kepada orangtuanya sangatlah besar ...